Saturday, March 14, 2015
-
Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang tersebar di penjuru Nusantara. Masing-masing suku memiliki watak dan karakter masing-masing. Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam kultur dan etnik dalam kesatuan Republik Indonesia dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Dengan perbedaan ini bangsa Indonesia kaya akan kultur (budaya) dan etnik, dari berbagai suku dan ras yang ada. Perbedaan ini menimbulkan watak atau karakter dari masing-masing suku dan ras.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter memiliki arti: 1). Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. 2). Karakter juga bisa bermakna “huruf”. Menurut (Ditjen Mandikdasmen Kementerian Pendidikan Nasional), karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.
Istilah masyarakat berasal dari akar kata Arab “syaraka” yang berarti ikut serta (berpartisipasi). Dalam bahasa inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius yang berarti kawan. Menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Menurut Selo Soemardjan mengatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
Salah satu watak orang Aceh adalah keras, sehingga dalam berbahasa, orang Aceh melahirkan kata-kata yang keras atau kasar jika tak mau disebut vulgar. Kata-kata ‘keras’ ini keluar tersulut emosinya; ketika ia tak sanggup menahan lagi kemarahan atau kekesalannya. Namun, dalam perkembangannya, bahasa ‘keras’ initerdengar lembut bila diucapkan orang Aceh berjiwa lembut.
Watak/Karakter Orang-Orang Jawa
Suku jawa diidentikkan dengan berbagai sikap sopan, segan, menyembunyikan perasaan, serta menjaga etika berbicara baik secara isi dan bahasa perkataan maupun objek yang diajak berbicara. Bahasa Jawa adalah bahasa berstrata, memiliki berbagai tingkatan yang disesuaikan dengan objek yang diajak bicara. Ciri khas seorang yang bersuku Jawa adalah menunggu dipersilakan untuk mencicipi, bahkan terkadang sikap sungkan mampu melawan kehendak atau keinginan hati. Suku Jawa memang sangat menjunjung tinggi etika. Baik secara sikap maupun berbicara. Narimo ing pandum adalah salah satu konsephidup yang dianut oleh Orang Jawa. Pola ini menggambarkan sikap hidup yang serba pasrah dengan segala keputusan yang ditentukan oleh Tuhan. Orang Jawa memang menyakini bahwa kehidupan ini ada yang mengatur dan tidak dapat ditentang begitu saja.
Watak Orang Sunda
Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan. Orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik),bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter(pandai/ cerdas) yang sudah dijalankan sejak jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan Pajajaran, dan telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.
Madura, menurut penelitian A. Latief Wiyata, dosen FISIP Universitas Jember, memang memiliki karakteristik sosial budaya (sosbud) khas yang dalam banyak hal tidak dapat disamakan dengan karakteristik sosbud masyarakat etnik lain. Suatu realitas yang tidak perlu dipungkiri bahwa karakteristik sosbud Madura cenderung dilihat orang luar lebih pada sisi yang negatif. Pandangan itu berangkat dari anggapan bahwa karakteristik (sikap dan perilaku) masyarakat Madura itu mudah tersinggung, gampang curiga kepada orang lain, temperamental atau gampang marah, pendendam serta suka melakukan tindakan kekerasan. Bahkan, bila orang Madura dipermalukan, seketika itu juga ia akan menuntut balas atau menunggu kesempatan lain untuk melakukan tindakan balasan.
1) Hiduik Baraka, Baukue Jo Bajangko.
Hiduik artinya hidup. Baraka artinya berfikir. Baukue jo Bajangko artinya berukur dan berjangka. Dalam menjalankan hidup dan kehidupan, orang Minang dituntut untuk selalu memakai akalnya. Berukur dan berjangka artinya harus mempunyai “ rencana yang jelas dan perkiraan yang tepat”.
2) Malu Jo Sopan / Baso Basiadat
Orang Minang mengutamakan sopan santun dalam pergaulan. Budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran martabat seseorang. Etika juga menjadi salah satu sifat yang harus dimiliki oleh setiap individu Minang.
3) Tenggang Raso.
Perasaan manusia halus dan sangat peka.Tersinggung sedikit dia akan terluka, perih dan pedih. Pergaulan yang baik adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Kalau sampai perasaan terluka bisa membawa bencana. Adat mengajarkan supaya kita selalu berhati-hati dalam pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan jangan sampai menyinggung perasaan orang lain. Tenggang rasa adalah salah satu sifat yang dianjurkan oleh adat Minang.
4) Setia/ Loyal
Yang dimaksudkan dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air dan cinta bangsa. Dari sini pula akan lahir sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk sesama mereka.
5 ) Adil
Yang dimaksudkan dengan bersifat adil adalah mengambil sikap yang tidak berat sebelah dan berpegang teguh kepada kebenaran. Bersikap adil semacam ini sangat sulit di laksanakan bila berhadapan dengan sanak sendiri. Ini kerana adanya pepatah adat yang lain yang berbunyi “ adat dunsanak, dunsanak patahankan “. Menghadapi dua keadaan yang kontroversi ini, orang Minang harus pandai-pandai membawa diri dan harus bijaksana.
6 ) Hemat Cermat
Saya tidak bermaksud untuk membangga-banggakan adat Minang dan nenek moyang orang Minang, tetapi coba kita lihat petuah nenek moyang orang Minang mengenai sifat hemat cermat mereka dalam urusan berkaitan dengan pengurusan manusia maupun pengurusan bahan-bahan yang terdapat dalam alam ini. Sentiasa Berwaspada Sentiasa ada sifat berwaspada atau ambil tindakan berjagajaga terhadap kemungkinan bahaya yang mendatang.
8) Berani Kerana Benar.
Islam mengajarkan kita supaya mengamalkan “amar makruf, nahi mungkar” yaitu menganjurkan orang supaya berbuat baik dan mencegah orang dari membuat kemungkaran. Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah tetapi melarang orang dari berbuat mungkar kadang-kadang mengundang resiko yang sangat tinggi. Mencegah kemungkaran seperti mencuri, merampok, korupsi, minum-minum, judi dan lain-lain mengandungi resiko yang tinggi. Untuk bertindak menghadang kemungkaran seperti ini memerlukan keberanian.
9) Arif, Bijaksana,Tanggap Dan Sabar
Orang yang arif bijaksana adalah orang yang dapat memahami pandangan orang lain serta dapat pula mengerti apa yang tersurat dan tersirat. Tanggap artinya mampu menangkis setiap bahaya yang bakal mendatang. Sabar artinya mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih.
10) Rajin
Sifat lain yang harus dipunyai orang Minangmenurut adat adalah rajin
11) Rendah Hati
Hidup di rantau bermakna orang Minang hidup sebagai minioritas diantara suku bangsa yang lain. Mereka yang merantau dalam lingkungan daerah-daerah di Indonesia kurang merasakan sebagai kelompok minioritas. Tetapi, mereka yang merantau keluar seperti Malaysia, Australia, Eropa, dan lain-lainnya, hidup di tengah-tengah budaya lain.
Karakter Orang Betawi
Nilai kebetawian merupakan gagasan ideal masyarakat Betawi terhadap kehidupan mereka sehari-hari. Nilai-nilai itu mengakar dalam kehidupan masyarakat Betawi dan melahirkan karakter tegas, sabar, pantang menyerah, dan selalu mencari jalan keluar. Karakter ini melahirkan sifat berani menghadapi tantangan apa pun pada diri orang Betawi selama mereka meyakini apa yang mereka pilih itu benar. Gambaran lain orang Betawi adalah sebuah penggambaran watak seorang manusia yang menghargai kejujuran dan keterbukaan.
Suku Bugis Makassar dikenal penaik darah, suka mengamuk, dan mau mati untuk sesuatu perkara, meski hanya masalah sepele saja. Apa sebab sehingga demikian? Ada apa dengan jiwa karakter sukubangsa ini? Tidak diketahui apa sebab orang Bugis Makassar terpaksa melakukan pertumpahan darah, biarpun hanya perkara kecil. Jika ditanyakan kepada mereka apa sebabnya terjadi hal demikian,jarang bahkan tak satupun yang dapat menjawab dengan pasti.
Ahli sejarah dan budaya menyarankan untuk mengenal jiwa kedua suku bangsa ini lebih dekat lagi dengan cara mempelajari dalil-dalil, pepatah-pepatah, sejarah, adat istiadat dan kesimpulan-kesimpulan kata mereka yang dilukiskan dengan indah dalam syair-syair atau pantun-pantunnya. Laksana garis cahaya di gelap malam,apabila kita selidiki lebih mendalam, tampaklah bahwa kebanyakan terjadinya pembunuhan itu ialah lantaran soal malu dan dipermalukan. Soal malu dan dipermalukan banyak diwarnai oleh kejadian-kejadian yang dilatari adat yang sangat kuat. Sebut saja satu, silariang (kawin lari) misalnya, atau dalam bahasa Belanda: Schaking.
Apabila seorang pemuda ditolak pinangannya, Ia merasa malu. Lalu ia berdaya upaya agar sang gadis pujaan hati Erangkale (si gadis datang membawa dirinya kepada pemuda), atau si pemuda itu berusaha agar gadis yang dipinangnya dapat dilarikannya (silariang). Apabila hal ini terjadi, dengan sendirinya pihak orang tua (keluarga) gadis itu juga merasa mendapat “Malu Besar” (Mate Siri’).
Mengetahui anak gadis nya silariang, segera digencarkan pencarian untuk satu tujuan: membunuh pemuda dan gadis itu! Cara ini sama sekali tidak dianggap sebagai tindakan yang kejam, bahkan sebaliknya, ini tindakan terhormat atas perbuatan mereka yang memalukan.Orang Bugis Makassar menganggap telah menunaikan dan menyempurnakan salah satu tuntutan tata hidup dari masyarakatnya yang disebut adat.
Karakter Masyarakat Sasak
Ada tiga macam karakter panutan dalam struktur masayarakat Sasak. Karakter panutan ini sangat mempengaruhi filosopi berpikir masyarakat, serta mempengaruhi kehidupan politik, pendidikan sampai dengan pilihan profesi. Ketiga tipikal panutan tersebut adalah.
- Struktur masyarakat Sasak yang dipimpin atau dipengaruhi lebih banyak oleh Tuan Guru (kiyai). Biasanya tipikal masyarakat ini memiliki kultur yang religius, dan mewarnai sebagian besar masyarakat Sasak. Akibatnya, Lombok yang didiami mayoritas suku Sasak mendapat predikat Pulau Seribu Masjid.
- Masyarakat Sasak yang dipimpin dan dipengaruhi lebih banyak oleh pemerintah setempat, serta kalangan cerdik pandai. Biasanya ditemui di daerah perkotaan dengan komposisi masyarakatnya yang heterogen dan latar belakang profesi dan pendidikan yang berbeda-beda.
- Masyarakat Sasak yang dipimpin dan dipengaruhi lebih banyak oleh pemuka adat, sesepuh desa (sasak; pemangku adat). Masyarakat Sasak seperti ini banyak dijumpai di sekitar lereng Gunung Rinjani, seperti Bayan, Santong, Gangga, dan Sembalun.
Ada 5 sifat malas orang Bali yang paling menonjol sebagai berikut.
1. Malas menuntut haknya – Orang Bali cenderung tidak menuntut haknya.
2. Malas untuk marah.
3. Malas menghujat.
4. Malas bikin keributan.
5. Malas menyambut artis. Di Jakarta, artis harus menyamar untuk menghindari histeria dan serbuan penggemar. Di Bali, mereka tidak perlu susah payah untuk menyamar. Bahkan mereka teriak-teriakpun bilang dirinya artis, tidak akan menimbulkan histeria ataupun serbuan. Jika di daerah lain konser band sering memakan korban karena penonton yang berdesak-desakan, di Bali hal semacam itu tidak terjadi.
Sumber: Ida Fitriyani, S.Psi: Karakter Masyarakat Indonesia ditinjau dari kultur dan etniknya